Selasa, 15 November 2011

FF/EunHae/Genderswitch/Sweet Days Before Die/1S

Tittle: Sweet Days Before Die

Casts: Lee Donghae, Lee Hyukjae, Park Jungsoo

Genre: Angst, Friendship, Romance

Rating: PG

A/N: FF ini terinspirasi dari film yang pernah ku nonton bersama Big Babo Family *mian, aku lupa judulnya* Spesial ultahnya Donghae, Saengil chukkae hamnida oppa. *sudah aku post di FB tepat hari itu*
Di FF ku ini, aku menyuruh Donghae oppa operasi kelamin menjadi perempuan. #plak


# * # * # * # * # * # * # * # * # * # * # * # * # * # * # * # * # * # * # * # * # * # * # * #




Seorang anak perempuan berumur sekitar 8 tahun, berjalan dengan pakaian yang sangat tertutup dan sedikit aneh. Gadis kecil itu memakai baju kaos dalaman yang lumayan tebal, dilapisi jaket jumper tebal dan menutupi atas kepalanya. Di bagian bawah, dia memakai rok panjang yang juga lumayan tebal, kaus kaki dan juga sepatu boot. Yang membuatnya terlihat aneh adalah karena dia memakai pakaian itu di musim panas. Belum lagi, ditangannya terdapat sebuah kotak plastik bening yang berisi berbagai macam hewan, mulai dari ikan, katak, belut, bahkan cumipun ada.

Di tengah perjalanannya, gadis itu bertemu dengan seorang anak laki-laki yang wajahnya bisa dibilang sangat mirip monyet. Lelaki itu tersenyum lebar, memperlihatkan pameran gusi di dalam mulutnya. Gadis itu merasa terganggu, kemudian melanjutkan perjalanannya dan mengabaikan anak laki-laki itu.

"Hei, sepertinya kita sekelas. Kau orang aneh itu khan?" tanya anak laki-laki itu. Ternyata dia berbalik dan mengejar si gadis kecil.

Gadis itu hanya diam. Melirik sedikit saja ke arah lelaki di sampingnyapun tidak.

Lelaki itu menghela nafas. "Haah~ Ternyata kau benar-benar aneh yah. Buat apa kotak yang berisi hewan-hewan itu?" tanyanya, menunjuk kotak plastik di tangan si gadis.

"Kalau kau ingin selamat, menjauh dariku!" ucap gadis itu datar, tapi tegas.

Perkataan gadis itu membuat si anak laki-laki tercengang.

"Aku ini pembawa sial. Tidak pantas aku berdekatan dengan orang lain!" ujar gadis itu, masih tetap fokus berjalan.

"Keundae- Aku ingin menjadi temanmu. Tak peduli kau itu aneh ataupun pembawa sial. Lagipula kalau kau pembawa sial, apa buktinya?" anak laki-laki itu berlari mendekati si gadis, menyamakan langkahnya.

"Ommaku meninggal karena aku lahir-"

Belum selesai kalimat si gadis, anak laki-laki itu sudah memotongnya dengan lidahnya(?). "Itu takdir! Kau harusnya bersyukur, Tuhan masih memberimu kesempatan untuk melihat dunia, walau tanpa Ommamu."
"Selain itu, kau juga harus bersyukur memiliki Omma yang berhati mulia. Merelakan nyawanya dan berusaha agar kau tetap lahir dengan selamat." lanjutnya.

"Kau tidak tau apa-apa. Appaku juga meninggal di tengah perjalanan karena kelaparan. Dia menggendongku berkeliling mencari seorang wanita dewasa yang bisa memberiku ASI."

"Itu juga takdir dari Tuhan! Kau harus bersyukur memiliki Appa yang sangat menyayangimu hingga ia rela mati kelaparan di tengah perjalanan saat mencarikanmu ASI."

"Kau tidak tau apa-apa." ucap gadis itu datar.

"Ah! Sejauh ini kita bercerita, tapi aku belum mengetahui namamu. Cheonun Lee Hyukjae imnida. Panggil Eunhyuk, ok?" sahut lelaki itu memperkenalkan diri, sambil menyodorkan tangannya.

"Donghae." balasnya singkat. Merasa tangannya diacuhkan, Eunhyuk menarik kembali tangannya lalu menggaruk belakang kepalanya yang tidak gatal sambil tersenyum.


* * * * *


"Akhirnya sampai juga kita." sahut Eunhyuk ketika tiba di gerbang sekolah mereka. Semua mata memandang ke arah mereka dengan tatapan aneh dan tak percaya. Seorang Lee Donghae berjalan dengan seseorang, tepat di sampingnya.

"Hei, bocah aneh! Apa kau sekarang sudah memiliki teman, eoh?" sindir seorang siswa gendut kepada Donghae dan Eunyuk.

"Hahaha.. Kalian berdua cocok. Sama-sama aneh." tawa siswi di sebelah siswa gendut itu.

"Yak! Heechul! Shindong! Apa maksudmu? Heoh?" balas Eunhyuk, tidak terima.

"Wae? Kalian memang aneh. Terlebih lagi kau, Donghae!" kata siswa gendut, Shindong.

"Menjijikkan. Buat apa kau bawa hewan-hewan yang menjijikkan seperti ini, eoh? Mau membuat kami semua muntah-muntah, heh?" ujar siswi cantik, Heechul.

"Perlu diberitahukan kepada kepala sekolah. Hewan-hewan itu khan sangat mengganggu kita." tiba-tiba datang seorang siswa dengan sebuah PSP ditanganya, menyarankan hal yang sangat tidak disetujui Donghae.

"Andwae! Jangan kalian lakukan itu!" teriak Donghae.

"Ada apa ini ribut-ribut, heum?"

"Seonsaengnim!"

"Donghae, apa yang kau bawa itu?" tanya kepala sekolah dengan raut wajah jijik terhadap Donghae.

"Ini peliharaanku, Seonsaeng." jawab Donghae datar.

"Buang itu, atau perlu aku yang membuangnya."

"Andwae!" Donghae langsung berlari, menaiki tangga dan terus berusaha menghindari kepala sekolah itu.

"Berhenti kau bocah!"

Donghae dan kepala sekolah berkejar-kejaran menaiki tangga, menyusuri koridor sekolah, hingga Donghae kini bersembunyi di dalam kelas. Kepala sekolah kebingungan mencari Donghae, memutuskan untuk terus berlari. Merasa kepala sekolah sudah pergi, Donghae keluar dari kelas dan berjalan menuruni anak-anak tangga.

"Akh! Di situ kau rupanya." sahut kepala sekolah tiba-tiba, saat Donghae tiba di anak tangga terakhir. Donghae membalikkan badan, tersenyum ke arah kepala sekolah.

"Tamatlah kau bo- Aaarrrgghh!!" belum selesai kalimat kepala sekolah, beliau terpeleset dari tangga karena air dari kotak plastik milik Donghae berceceran keluar.

"Donghae, apa yang kau lakukan?" Eunhyuk menghampiri Donghae.

"Aku pembawa sial!" sesal Donghae pelan.

"Aniyo. Ini takdir Tuhan. Tuhan marah padanya karena mencoba membuang makhluk ciptaannya ini." ujar Eunhyuk sambil mengambil kotak plastik dari tangan Donghae yang gemetaran.



#Pulang sekolah *Cepat amat euy! Belum belajar juga! #pletak*
*Author persingkat saja!*

Donghae dan Eunhyuk berjalan menuju ke rumah mereka masing-masing, tapi Eunhyuk berniat mengantar Donghae hingga ke rumahnya. Mereka berjalan di dekat sawah, berkejar-kejaran hingga mereka berdua terjatuh dan mandi lumpur.

"Akh! Aku pembawa sial!" gerutu Donghae, merasa bersalah karena menindih tubuh Eunhyuk.

"Haha.. Aniyo. Kau bukan pembawa sial, yeoja yeppeo." hibur Eunhyuk, membuat rona merah menghiasi pipi mulus Donghae.

"Akh! Teman-temanku mana? Peliharaanku?" Donghae tiba-tiba tersentak, mengingat kotak plastiknya sudah tak ada di tangannya lagi.

"Kajja, kita cari bersama." bujuk Eunhyuk menarik tangan Donghae untuk berdiri.

Mereka mencari kotak plastik Donghae, kemudian mencari hewan-hewan peliharaan Donghae. Mereka mencari sambil tertawa dan kadang saling melempar lumpur.

"Haah.. Sudaah.. Haah.. Aku tidak kuat." kata Donghae tersengal-sengal sambil memegang perutnya yang sakit karena tertawa.

"Kajja, seperti akan turun hujan!" ajak Eunhyuk.

"Chamkkanman!" seru Donghae, lalu melihat ke arah kotak plastiknya. Memeriksa apakah hewan-hewannya sudah terkumpul semua.

"Fishy!!" teriak Donghae, menyadari ikan kesayangannya belum ditemukan.

Donghae menyatukan kedua kakinya, menelungkupkan kepalanya di anatar lututnya. Bahunya bergetar, dia menangis. Hanya karena ikan, eoh?

"Hikkss.. Otteokhae? Fishy tidak ada.. Huhu.."

"Uljima, Hae-ah! Aku akan mencarikannya lagi untukmu. Kau tunggu di sini yah!" hibur Eunhyuk, lalu masuk kembali ke sawah, mencari ikan Donghae bernama Fishy.

Eunhyuk terus mencari ikan itu, tidak peduli dengan kakinya yang sudah sakit karena hewan-hewan berduri di dalam sawah, dia tetap mencarinya. Langit sudah gelap karena hari sudah sore, dan ditambah lagi awan mendung yang menandakan akan turunnya hujan.

"Sudahlah. Hari sudah gelap, sebentar juga akan turun hujan. Tidak usah buang-buang waktu dan tenagamu untuk mencari Fishy. Sangat mustahil kau menemukannya." ujar Donghae, melihat Eunhyuk sudah agak kelelahan.

"Ani. Aku akan menemukannya. Kau pulang saja duluan. Besok aku akan memberikannya padamu." jawab Eunhyuk, tersenyum manis ke arah Donghae.

"Namja babo!" umpat Donghae lalu meninggalkan Eunhyuk yang masih sibuk mencari Fishy di dalam sawah.

Hari sudah sangat gelap, hujanpun juga sudah turun dengan derasnya membuat semua manusia yang berada di luar rumah berlari-lari mencari tempat berteduh. Namun terkecuali pada lelaki kecil, Eunhyuk masih mencari Fishy di dalam sawah, berusaha agar ia menemukannya. Tidak mempedulikan sekitarnya, bahakan suhu tubuhnya yang mulai memanas.

"Akhirnya." seru Eunhyuk lemah, dan kemudian tak sadarkan diri.


* * * * *


Donghae POV

Hujannya sangat deras, apa bocah itu masih mencari Fishy? Babo! Tidak mungkin! Memangnya aku siapa, sampai dia mau mencari Fishy hingga saat ini? Kalau memang dia masih mencarinya, mustahil dia menemukannya. Lebih baik aku tidur.

POV end


#Esok hari

Pagi hari Donghae sudah bergegas ke sekolah, namun dia tidak menemukan orang yang menjadi tujuannya ke sekolah. Donghae memutuskan untuk pulang saja, atau mungkin lebih baik dia pergi ke rumah orang itu.


Tok Tok Tok
Ketuk Donghae pada pintu di hadapannya, menunggu tuan rumah membukanya pintu.

"Ah? Nugu?" tanya orang yang membuka pintu.

"Donghae. Eunhyuk ada, Ahjumma?" *sejak kaan Hae tau rumah Hyuk? Kenal aja baru tadi.* balas Donghae, sopan.

"Eh? Temannya Eunhyuk? Eunhyuk sedang sakit. Mari masuk."

"Aku pembawa sial." umpat Donghae pelan, hingga tak terdengar.


Donghae masuk di kamar Eunhyuk. Melihatnya yang meringkuk di balik selimut. Matanya mengarah ke kotak di samping tempat tidur Eunhyuk, kotak plastik milik Donghae, dengan seekor ikan di dalamnya.

"Fishy!" teriak Donghae, menghampiri kotak itu. Teriakan Donghae berhasil membuat Eunhyuk membuka matanya, walau hanya terlihat samar-samar.

"Donghae-ah!" panggil Eunhyuk lemah. Donghae menoleh, tersenyum manis ke Eunhyuk lalu menghampirinya.

"Kau menemukan Fishy! Aku senang sekali." girang Donghae, ingin memeluk Eunhyuk tapi ragu-ragu.

Eunhyuk tersenyum, tangannya diusahakan terangkat agar dia bisa mengelus pipi Donghae. "Kita berteman sekarang, ne?" harap Eunhyuk yang dibalas anggukan Donghae. Dengan berani dan sekuat tenanga Eunhyuk menarik tubuh kecil Donghae jatuh ke pelukannya.

"Aku pembawa sial." sahut Donghae pelan, namun Eunhyuk bisa mendengarnya.

"Sstt.. Aku tidak suka kau mengatakan itu lagi." tegur Eunhyuk membuat Donghae menenggelamkan wajahnya di dada Eunhyuk yang terasa panas.


Sejak itu mereka berteman, walau dalam lubuk hati Eunhyuk yang paling dalam, ia ingin lebih dari teman. Sahabat? Ani, lebih dari sahabat.
Dan kenyataan, keinginan Eunhyuk itu terkabulkan ketika mereka menginjak bangku SMA, tepat kelas 2.


* * * * *


#10 tahun kemudian


"Chagiyaa!!" seru namja, memeluk tubuh yeojachingunya dari belakang.

"Monkey!" seru yeoja itu, melepas pelukan namja dan menoleh ke belakang.

Namja itu menyengir. "Hehe.. Aku kangen chagiy." rajuknya.

"Aku tidak tuch." balas yeoja itu, datar.


JDER!
Seperti ada sebuah petir menyambar tepat di atas kepala namja.

"Wae? Kita khan tidak bertemu selama-"

"11 jam 23 menit 19 detik" potong yeoja, sebelum namja itu menyelesaikan kalimatnya.

"Wah! Kau menghitungnya? Daebak! Kau perhatian sekali sampai menghitung waktu lama kita tidak bertemu." girang namja itu yang sepertinya terlalu berlebihan.

Yeoja itu mendengus. "Huh! Kau terlalu berlebihan, Monkey."

"Aigoo! Chagiy, berhenti memanggilku seperti itu. Namaku Eunhyuk. Ara!"

"Tapi tampangmu memang seperti monyet, Hyuk."

"Hya! Kucium kau, kalau masih memanggilku seperti itu." ancam Eunhyuk.

"Andwae! Kita berpacaran tidak boleh ada ciuman, pelukan, bahkan yang menjurumus keyadongan." elak yeoja, Donghae. *Author capek manggil yeoja mulu, sebut aja Donghae!*

Eunhyuk langsung memasang wajah mesumnya begitu mendengar kata terakhir Donghae. "Kau berharap kita melakukannya yah?" goda Eunhyuk.

Wajah Donghae memerah, nmun dia berusaha menutupinya. "Ani. Geumanhae! Seonsaengnim akan sudah datang." seru Donghae ketika melihat guru akan memasuki kelasnya.



#Pulang sekolah *Gurunya baru masuk, sudah pulang.. #pletak*


Donghae dan Eunhyuk berjalan menuju gerbang sekolah dengan bergandengan tangan. Sesekali Donghae mengawasi dirinya sendiri, takut jika sesuatu yang tak diinginkannya terjadi. Memperhatikan tangan, takut jika tiba-tiba berdarah tanpa sebab.

Sesampai di gerbang, tenyata sudah ada sebuah mobil yang tidak asing bagi mereka terparkir di depan sana.

"Jungsoo Ahjussi." sapa Eunhyuk, membungkukkan badan. Jungsoo hanya membalas dengan senyuman manisnya.

Donghae menatap Eunhyuk. "Mianhae, aku tidak tahu kalau aku akan dijemput." ucap Donghae memelas, merasa bersalah pada Eunhyuk.


"Gwenchana. Lain kali kita pulang bareng khan bisa." balas Eunhyuk, mencoba mengerti.

"Aku pulang duluan yach." pamit Donghae, masuk ke dalam mobil. Meninggalkan Eunhyuk sendirian yang menatap kepergian  Donghae dengan cemberut.


#Dalam mobil

"Kenapa tidak bilang akan menjemputku? Khan aku merasa tidak enak pada Eunhyuk." Donghae membuka pembicaraan.

"Mian, hari ini khan jadwalmu check up." balas Jungsoo.

Hening. Suasana tiba-tiba menjadi hening. Hal yang paling tidak bisa membuat Donghae banyak berbicara adalah jika itu menyangkut penyakitnya.


Suasana hening itu dibiarkan hingga mereka tiba di rumah sakit. Seperti biasa, akan melakukan test pemeriksaan tubuhnya. Dan setelah pemeriksaan berlangsung, Jungsoo kembali menyerang dokter dengan berbagai pertanyaannya.

"Bagaimana keadaan Donghae? Apa dia tambah parah? Dia bisa disembuhkan khan?"

"Jeosonghamnida Tuan Park. Virus dalam tubuh Donghae semakin ganas dan merusak hampir seluruh sel-sel penting dalam tubuhnya. Sampai saat ini juga kita ketahui, belum ditemukan obat yang bisa menyembuhkan penyakitnya. Perkiraan kami, para dokter ialah Donghae tidak bisa bertahan lama, dan mungkin hanya bisa bertahan hingga dia tepat berumur 18 tahun." jelas dokter panjang lebar. *ceritanya Donge masih 17 tahun di sini.. #ngarangbener*


Deg-
Penjelasan dokter mampu membuat Donghae kaget dan terbelalak. Sedangkan Jungsoo hanya bisa marah dan memaki tidak jelas.


"Hya! Memangnya kau siapa? Kau bukan Tuhan, jadi tak pantas kamu menentukan kapan kematian Putriku. Kau hanya manusia biasa, yang memiliki jabatan sebagai dokter yang tidak-" Jungsoo marah dan menggertak dokter, namun belum selesai perkataannya Donghae sudah memotong.

"Maksud dokter, aku hanya bisa bertahan hingga minggu depan?" tanya Donghae, menahan tangisnya.

"Ye, bisa dikatakan seperti itu. Sudah 13 tahun virus-virus itu berada dalam tubuhmu, mustahil jika kau bisa bertahan lama lagi, dan untuk penyakitmu memang belum ada obatnya." jawab dokter, mencoba menenangkan Donghae.

"Ini semua karena kelalaian kalian, para dokter yang tidak berguna. Kenapa bisa terjadi kesalahan semacam ini, putriku yang menjadi korban." sela Jungsoo, masih dengan amarahnya.

"Ahjussi!" panggil Donghae, mulai emosi.

Jungsoo menoleh, menatap iba kepada Donghae. "Lebih baik kita pulang sekarang." ajaknya, Donghaepun tersenyum dan bangkit dari duduknya.

"Gamsahamnida, Uisa." sahut Donghae, sedikit membungkuk. Lalu keluar dari ruangan tersebut.


* * * * *


"Waktunya makan Donghae!" seru pria paruh baya sambil membuka pintu kamar Donghae. Memasukinya dengan membwa nampan yang berisi semangkuk bubur, air mineral, dan botol-botol obat dan vitamin.

Diletakkannya nampan itu di meja kecil samping tempat tidur donghae, lalu duduk di tepi tempat tidur tersebut. Matanya melihat ke arah Donghae yang sibuk bermain ikan di kotak plastiknya.

"Kau masih memelihara hewan-hewan itu?" tanyanya.

Donghae dia.

"Donghae-ah!" panggilnya.

"Kenapa aku harus hidup? Kenapa aku tidak mati saja? Waeyo?" tanya Donghae datar, namun bergetar.

"Apa maksudmu bicara seperti itu? Aku tidak suka itu, Hae!" geram pria itu dengan perkataan Donghae.

"Kenapa aku masih hidup? Kenapa bukan aku saja yang mati di kecelakaan itu? Wae? WAE?" Donghae terus bertanya-tanya, suaranya kini terdengar serak dan penuh emosi.

"Berhenti bicara seperti itu! Kau tidak tahu bagaimana upayaku agar kau tetap bertahan hidup, HAH?!" pria itu berteriak pada Donghae. Saking geramnya.

"Aku tahu! Kau menyuruh dokter dan perawat agar aku bisa bertahan hidup. Hingga mereka melakukan kelalaian yang membuatku seperti ini!." balas Donghae, berteriak.

Pria itu mematung, menatap iba ke arah Donghae. "Donghae-ah!" panggilnya lemah, berjalan menghampiri Donghae.

"Jangan seuntuh aku!" seru Donghae ketika pria itu ingin merekuh tubuh ramping Donghae ke pelukannya.



Flashback #2 Tahun lalu


Sebuah mobil melaju di tengah jalan dengan berbelok-belok, seperti kehilangan arah. Bagaimana tidak? Seorang gadis kecil menutup mata ayahnya dengan kedua tangannya yang mungil. Menganggap hal itu seolah sedang bermain, tanpa mengetahui bahwa hal itu dapat membahayakan nyawanya dan orang yang berada di dalam mobil itu.

"Donghae! Apa yang kau lakukan? Ini berbahaya." tegur wanita yang duduk di sebelah pengemudi.

"Hahaha.. Appa.." Donghae tidak menghiraukan teguran ibunya, malah semakin menutup mata ayahnya dengan rapat.

"DONGHAE!!" bentak ibunya, membuat Donghae segera melepas tangannya dari mata ayahnya. Donghae menunduk takut.


BRUUUUKKKK!!-

Karena terlalu rapat dan juga terlalu lama matanya tertutup, penglihat sang ayah menjadi kabur. Hingga beliau tidak melihat adanya sebuah truk yang berlaju kencang ke arahnya. Mobil yang dikendarai keluarga Donghae itu terguling-guling, dan berhenti dengan posisi terbalik. Dan DUUAAARRRR!!! Orangtua Donghae meninggal, hangus terbakar.


Donghae?
Saat mobil masih terguling-guling, Donghae terlempar jauh keluar ke trotoar sekitar 5 meter dan mengeluarkan sangat banyak darah di sekujur tubuhnya.


* * * * *

Seorang pria paruh baya berdiri di depan ruang ICU, wajahnya terlihat sangat cemas. Tingkahnya sangat gelisah, sesekali melihat ke arah pintu ruang ICU, berharap dokter cepat keluar dan membawa berita yang bisa membuatnya lega. Tapi mengingat parahnya pasien yang ditangani di ruangan itu, hanya bisa membuatnya mempersiapkan mentalnya untuk mendengar berita buruk dari dokter.

Pintu ruang ICU terbuka dan keluarlah beberapa dokter, pria itu dengan segera menghampirinya dan menyerangnya dengan pertanyaan.

"Dokter, bagaimana keadaan putriku? Apa dia baik-baik saja? Apa terjadi suatu kesalahan pada tubuhnya? Selamatkan dia dokter!"

"Tenang tuan Park. Putri anda dalam masa kritis, dia kehilangan banyak darah dan darahnya juga sangat langka. Persedian donor darah kamipun mungkin tidak akan cukup." jelas dokter itu, berusaha tenang.

"Omo! Kumpulkan semua darah yang sama dengan darah putriku. Baik itu dari dokter, perawat, atau bahkan dari pasien sendiri. Jangan biarkan dia kekurangan darah sedikitpun." perintah pria itu, membuat para dokter tersentak dan diam untuk beberapa saat.

"Kenapa kalian hanya diam saja? Cepat laksanakan perintahku sebelum putriku semakin kritis!" semua dokter dan perawatpun bergegas mengumpulkan darah yang sama dengan darah pasien yang dimaksud, Donghae.


* * * * *


Donghae POV

Kubuka mataku perlahan-lahan, ruangan serba putih. Di mana aku? Omma, Appa. Di mana mereka?

Pintu terbuka dan kulihat beberapa pria dan wanita berseragam putih masuk. Mereka menghampiriku dan memeriksaku. Aku di rumah sakit kah?

"Aku kenapa?" tanyaku pada mereka.

"Kau tidak apa-apa. Sekarang kau bisa bangun jika kau bosan berbaring." jawab seorang dokter.

"Kalau kau bosan di kamar, kau juga bisa berkeliling. Kau sudah sehat sekarang." lanjut dokter lainnya.

Aku tersenyum mendengarnya, tapi Appa dan Omma ada di mana?


POV end

* * * * *

Seorang gadis kecil berjalan menyusuri koridor rumah sakit. Merasa bosan berada di kamarnya, ia menyempatkan diri berkeliling di bagungan serba putih tersebut.

Langkahnya terhenti ketika mendengar suara yang tak asing lagi di telinganya berasal dari suatu ruangan. Diikutinya sumber suara tersebut, dan dia melihat orang yang dicarinya sedang memarahai dan memaki beberapa dokter dan perawat.

"Kalian tidak pantas disebut dokter dan juga perawat! Hal seperti ini, kenapa bisa terjadi? Kalian harus bertanggung jawab atas kelalaian kalian terhadap putriku!"

"Jungsoo Ahjussi punya putri? Apa yang dimaksudnya aku?" batin gadis kecil.

"Jeosonghamnida, Tuan Park. Kami benar-benar tidak sengaja." dokter yang sepertinya memimpin di situ, meminta maaf.

"Kami tidak mengetahui jika salah satu pasien yang kami ambil darahnya, ternyata mengidap penyakit tersebut." seorang perawat menjelaskan.

"Kalian- Haish!" yang dipanggil Tuan Park, Park Jungsoo geram dan tidak bisa melanjutkan kata-katanya lagi.


Donghae POV

Penyakit? Penyakit semacam apa itu?
Hmm.. Lebih baik aku bertanya pada dokter lain saja.

"Akh! Itu ada dokter, aku tanyakan saja padanya." seruku dalam hati.

"Dokter!" panggilku sambil menarik-narik ujung seragamnya.

Dia menoleh. "Ye?"

"Penyakit AIDS *Lach? Sok tau Lu' Hae. Dari mana Lu' tau tuch penyakit yang dimaksud dokter dan perawat tadi?* itu apa yach?" tanyaku dengan wajah polosku.

Dokter mengernyit keningnya. "AIDS itu............" *Author tidak tau mau jelasin kya gimana.. #pletak*


POV end

Flashback end


* * * * *


#1 minggu kemudian

Eunhyuk berniat mengajak Donghae jalan-jalan seharian dan terakhir ke suatu tempat yang selama ini ingin dikunjungi oleh Donghae. Semua itu untuk merayakan ulangtahunnya, dan mugkin juga hari kematiannya.

Eunhyuk sudah siap menunggu kedatangan Donghae, menyambutnya dan pergi bersamanya. Eunhyuk berharap, di hari itu, dia bisa mendapatkan First Kiss dari orang yang dicintainya sejak berumur 8 tahun itu.

"Oppa!" seru Donghae, ketika membuka pintu. Menghampiri Eunhyuk dengan senyum ceria di wajahnya.

Eunhyuk tersenyum melihat yeojachingunya begitu bersemangat. "Oppa? Huh, tumben?"

"Hya! Masih mending aku mau memanggilmu oppa, kalau tidak mau-"

"Geurae. Hari ini kau bebas memanggilku dengan sebutan apa saja. Mau Oppa, Monkey, Kunyuk, Nyuknyuk, terserah." potong Eunhyuk cepat. Menarik lembut pergelangan Donghae dan menyuruhnya naik ke atas motornya.


Hari itu, mereka habiskan bersama di taman bermain. Mencoba semua wahana permainan yang ada, Donghae tampak sangat senang walau Eunhyuk terlihat tampak sangat pucat karena ketakutan saat bermain salah satu wahana yang membuatnya tertantang(?).

Hingga langit berubah menjadi gelap, mereka masih baru akan berhenti bermain.

Eunhyuk melihat jam di pergelangan tangannya. "Tidak terasa sudah jam 7 lewat 46 menit. Selanjutanya ke-"

"Seoul Tower!" lanjut Donghae semangat.


Eunhyuk POV

Aku senang melihatmu semangat, walau aku melihat hari ini wajahmu tampak berbeda dari biasanya. Kau terlihat pucat, dan saking pucatnya dirimu kau seperti mayat hidup yang sedang gentayangan saja.

POV end


Donghae POV

Hari ini aku sangat senang, walau aku juga merasa sangat sedih, kecewa, gundah, dan sakit. Aku mencoba menyembunyikan perasaanku itu, saat ini aku hanya boleh terlihat ceria dan semangat di depan orang yang aku cintai, Lee Hyukjae.

Kami tiba di Seoul Tower jam 8 lewat 55 menit. Dan 3 jam lewat 5 menit lagi, aku akan pergi untuk selamanya. Suasananya terlihat sangat romantis, aku baru menyadari bahwa namjachinguku juga bisa romantis rupanya.

Satu meja yang dihias dengan indahnya, terdapat 2 kursi yang di dekatnya dengan posisi berhadapan. Lilin-lilin bertebaran, bertuliskan "Saengil chukkae, Chagiya!" membuat semakin indahnya tempat ini.

Eunhyuk menggiringku duduk di kursi, memanggil pelayan yang mungkin telah disewanya, meminta makan yang telah dipesannya. Dan menyuapiku dengan lembut makanan tersebut. Rasanya aku ingin menangis, perhatiannya membuatku tidak tega meninggalkannya.

Seusai makan, dia beranjak dan memutarkan sebuah alunan musik yang kuketahui lagu dari "Tohoshinki-Forever Love", kemudian mengajakku berdansa. Sungguh! Ingin kupeluk dirinya dan menangis. Aku tidak sanggup jika aku harus meninggalkannya tepat pada pergantian hari nanti.

"Chagiya, kau suka?" tanyanya, di sela dansa kami.

Aku hanya mengangguk, tenggorokanku tercekat oleh tangisan yang kupendam.

"Saranghae." bisiknya. Wajahnya semakin dekat dengan wajahku, matanya semakin menutup, bahkan hidung kami sudah bersentuhan. Aku mengerti, dia ingin menciumku. Tapi aku tidak ingin dia akan tertular dengan penyakitku.

Kupalingkan wajahku, kutegarkan hatiku, kukuatkan diriku untuk mengeluarkan suaraku. "Aku mau pulang."

Eunhyuk membuka matanya, memandangku aneh.

"Aku mau pulang." ulangku.

Eunhyuk mengernyitkan keningnya. "Wae? Pesta kembang apinya saja belum dimulai. Nanti saja yach." jawabnya dengan senyum khasnya, gummy smile.

"Aku bilang, aku mau pulang." keukeuhku.

"Tunggu sampai pergantian hari, kita kesini untuk merayakan ulangtahunmu khan?" dia masih saja mengelak.

"Kalau kau tidak mau mengantarku, aku bisa pulang sendiri." aku membalikkan tubuhku, ingin meninggalkannya. Tapi tangan kekarnya menahanku, dia memelukku dari belakang. Kelemahanku, dia tahu benar kelemahanku.

"Kajima. Geurae, kita pulang." sahutnya.


* * * * *


Eunhyuk POV

Aku tidak mengerti ada apa dengan yeojachinguku, tapi lebih baik kuturuti keinginannya. Dia ingin pulang, padahal kita belum sampai pada puncak acaranya. Biarkan sajalah. Mungkin masih ada hari esok.

Tapi aku merasa benar-benar aneh padanya. Sepertinya dia menyembungikan sesuatu dariku. Tapi apakah itu?

Aku menghentikan laju motorku ketika tiba di depan rumahnya. Dia turun dari dudukannya, aku juga ikut turun dan mengantarnya hingga ke depan gerbangnya.

"Mianhae, kalau kau tidak menyukai acara yang kupersiapkan untukmu. Sungguh! Aku memang bodoh." sesalku dengan wajah menunduk.

"Geumanhae. Gwenchannika. Aku suka kok." balasnya tersenyum manis, dengan wajahnya yang semakin pucat.

Kulihat bibirnya sedikit bergetar, sepertinya dia kedinginan. Aku langsung menciumnya refleks, hanya sekilas.

"Untuk menghangatkanmu." sahutku, takut dia akan marah. Dia khan tidak ingin aku menciumnya, bahkan memeluknya saja hanya dari belakang.

Hajiman- Dia memelukku erat sekarang. Tubuhnya bergetar, suara isakan keluar dari bibir mungilnya. Dia menangis?

"Mianhae, mianhae." ujarnya terisak.

Aku mengelus belakang kepalanya. "Gwenchana. Saranghae." balasku.

Dia semakin erat memelukku. "Mianhae, mianhae, mianhae."

"Ye. Saranghae, saranghae, saranghae." balasku, kuharap dia berhentik mengucapkan kata "Mianhae" dan membalasku dengan kata "Nado saranghae".

Dia melepas pelukanku, menatapku dalam. Aku balas tatapannya, terdapat banyak perasaan dalam matanya yang bercampur aduk. Sedih, sakit, kecewa, gundah, tak rela, semua menjadi satu.

Kudekatkan wajahku de wajahnya hingga hanya berjarak 0.5 centi, tapi dia dengan segera memalikan wajahnya.

"Aku masuk dulu yah." pamitnya. Haah~ Mugnkin dia belum siap.


#Esok hari

Hari ini aku sudah tidak sabar bertemu dengan yeojachinguku, aku belum sempat memberinya sebua kado kemarin. Jadi aku datang pagi, menunggunya dan bersiap memberikannya jika dia sudah datang.

Lama aku menunggu hingga bunyi bel masuk berbunyi, dia tak kunjung datang. Apa dia sakit karena terlalu kedinginan semalam?

Akhirnya Seonsaengnim masuk kelas, dan membawa berita yang tak terduga kepadaku dan teman lainnya.

"Annyeong yeorobon. Hari ini kita dapat berita duka. Hari ini kita kehilangan teman kita yang sangat berprestasi, Lee Donghae. Dia meninggalkan kita semua tepat pada jam 12 malam kemarin. Tepat pada ulangtahunnya yang ke 18. Untuk hari ini, kalian diliburkan. Sekarang kita bersiap untuk melayat ke rumah Donghae."

Deg-
Bohong! Ini bohong khan? Aku tau, Donghae sedang merencanakan sesuatu untuk mengerjaiku. Ini tidak mungkin terjadi. Semalam dia masih sehat-sehat saja bersamaku, walau wajahnya terlihat aneh dan sangat pucat. Tapi tidak mungkin dia meninggalkanku secepat ini.


* * * * *


Still Eunhyuk POV

Kupandang sosok yeoja yang selama 10 tahun ini kucintai, sosok yang begitu berharga untukku, terbaring lemah di sebuah peti. Tuhan, kenapa kau mengambilnya secepat ini? Kenapa di saat dia mulai merasakan kebahagiaan lagi? Kau tega, Tuhan! Kau mempermainkan hidupnya!

Kurasakan seseorang menyentuh pundakku, kutolehkan keplaku ke arahnya. Jungsoo Ahjussi.

"Aku tau kau pasi merasa sangat kehilangan dirinya, sama sepertiku." ujarnya.

Aku tidak bersuara, rasanya pita suaraku telah terputus okeh air mata yang tak dapat kubendung. Dia memelukku, membiarkanku menangisi kepergian keponakannya yang telah dianggapnya sebagai putrinya sendiri. Lee Donghae.

"Menangislah sepuasmu, jangan kau tahan. Donghae pasti bisa memakluminya." dia berseru membuat tangisanku semakin pecah dan meledak.

"Ujimaraa~" sahutnya menenangkanku di saat tangisku hilang kendali.
"Donghae meningalkan ini untukmu. Bacalah." ujarnya menyodorkanku sebuah surat.

Aku mengambilnya, membukanya dan mulai membacanya. Seketika tubuhku menjadi kaku, tangisku semakin pecah.


Dear My Love, Lee Hyukjae, Monkey.


Kau membaca surat ini, mungkin aku sudah tak ada lagi di duna ini. Dan itu benar!

Mianhae. Hanya kata itu yang ingin terus kuucapkan untukmu.
Mianhae, aku banyak berbohong padamu. Aku mengarang cerita kematian orangtuaku. Haha, menyedihkan sekali jika aku harus mengingat kejadian di mana orangtuaku meninggal.
Kau mengatakan aku bukan pembawa sial? tapi itulah kenyataannya.

Orangtuaku menginggal dalam kecelakaan mobil, dikarenakan diriku.
Tapi aku tau kau pasti akan mengatakan ini bukan salahku, melainkan takdir.
Kau akan bilang, bahwa waktu itu aku masih kecil dan tidak tau apa-apa. Menutup mata seseorang di saat menyetir, belum ku kethui jika itu sangat berbahaya.
Kau akan bilang, namanya juga anak kecil. Semua tindakan yang dilakukannya hanya akan dianggap sebuah permain walau itu sangat membahayakan nyawanya sendiri.

Aku benar khan? Kau akan mengatakan hal itu?

Aku juga hampir mati saa itu, namun Jungsoo Ahjussi memerintahkan kepada dokter dan perawat untuk menyelamatkanku. Hingga suatu kesalahan terjadi.

Hei, anak kecil berusia 5 tahun terkena virus AIDS. Bukankah itu sanagt menjijikkan?
Kelakuan anehku, termasuk dengan hewan peliharaanku. Itu semua agar orang menjauhiku. Aku tidak ingin enyakitku tertular. Tapi kau? Kau selalu menghampiriku, dan mengajakku berteman.

Aku senang akhirnya punya teman.
Aku senang hari-hari jauh lebih indah dan manis setelah mengenamu.
Aku senang bisa mencintaimu dan merasakan semua kasihsayangmu.
Gomawo.

Kendae- Mianhae.
Mianhae, selama kita berpacaran akau melarangmu memelukku atau bahkan menciumku.
Kau tahu kenapa? Sekarang kau tahu khan?
Ye, karena aku tidak ingin kau tertular penyakitku.
Mianhae, jeongmal mianhae.

Perlu kau ingat, aku akan selau mencintaimu dari atas sana.
Karena kaulah yang membuatku semanga untuk menjalani hari-hariku.

Mianhae, Gomawo, saranghae.


Yeoja aneh, Lee Donghae.


Aku terduduk lemas, mengetahui kenyataan pahit yang dialami oleh gadis yang selama ini kucintai. AIDS? Karena itu, Donghae selalu menolak jika aku ingin memeluk atau menciumnya? Menghindariku di saat dia terluka? Dan karena itu juga aku kehilangan dirinya secepat ini.

Ye, aku harus mengikhlaskan kepergianmu. Semoga kau tenang di sana, Chagiya.
Takkan ada orang yang bisa menggantikan posisiku di hatiku yang paling dalam ini. Yaksokhae.






FIN~


Mian jelek, bikinnya terburu-buru karena dihambat oleh MID..
semoga kalian suka.. Gomawo..